BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Angka kematian ibu di
Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per 100.000 kelahiran hidup, rasio
tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya
(Mauldin, 1994). Langkah utama yang
paling penting untuk menurunkan angka kematian ibu adalah mengetahui penyebab
utama kematian.
Penyakit asma terdapat 3,4 – 8,4 % pada wanita
hamil dan gangguan nafas sangat sering terjadi pada wanita hamil. Perjalanan
asma selama kehamilan sangatlah bervariasi bisa tidak ada perubahan, bertambah
buruk atau malah membaik dan akan kembali ke kondisi seperti sebelum hamil
setelah tiga bulan melahirkan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan
asma pada setiap penderita tidaklah sama, bahkan pada seseorang penderita asma
serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya.
Biasanya serangan muncul pada usia kehamilan 24 – 36 minggu, dan akan berkurang
pada akhir kehamilan.
Pada asma yang tidak terkontrol selama kehamilan akan
mempunyai efek yang serius baik bagi ibu maupun bagi janin. Komplikasi untuk
ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah kemungkinan pre-eklampsia,
eklampsia, perdarahan vagina dan persalinan premature, sedangkan komplikasi
terhadap bayi adalah intra uterine growth retardation, bayi premature dan
meningkatkan kemungkinan resiko kematian perinatal. Oleh karenanya pasien hamil
dengan asma harus dianggap sebagai pasien dengan kehamilan resiko tinggi.
Tujuan penatalaksanaan pasien asma dalam kehamilan harus meliputi : pencegahan
eksaserbasi akut, mengontrol symptoms, mengurangi inflamasi saluran nafas,
memelihara fungsi paru rata – rata mendekati normal.
1.2
TUJUAN PENULIS
1.
Untuk mengetahui
definisi tentang penyakit asma
2.
Untuk mengetahui etiologi penyakit asma.
3.
Untuk mengetahui klasifikasi penyakit asma.
4.
Untuk mengetahui
patofisiologi penyakit asma.
5.
Untuk mengetahu faktor predisposisi penyakit asma.
6.
Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit asma.
7.
Untuk mengetahui komplikasi tentang penyakit asma.
8.
Untuk mengetahui pemeriksaan penyakit asma.
9.
Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit asma.
10. Untuk
mengetahui tentang
pengobatan penyakit asma.
1.3
TUJUAN
PENULISAN
Diharapkan
kepada pembaca terutama mahasiswa kebidanan untuk mengarti dan memahami tentang
penyakit asma sehingga dapat
melakukan penatalaksanaan pada ibu hamil yang mengalami penyakit asma.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
DEFINISI
A.
Asma
adalah radang kronis pada jalan nafas yang berkaitan dengan obstruksi
reversible dari spasme, edema, dan produksi mucus dan respon yang berlebihan
terhadap stimuli. (Varney, Helen. 2003)
B.
Asma
adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang
reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap
berbagai rangsang. (Sylvia Anderson (1995 : 149)
C.
Asma
adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel
mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak
nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih kembali dengan
atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 1994)
Asma dalam kehamilan
adalah gangguan inflamasi kronik jalan nafas terutama sel mast dan eosinofil
sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak nafas, dada terasa
berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil. Asma mungkin membaik,
memburuk atau tetap tidak berubah selama masa kehamilan, tetapi pada kebanyakan
wanita gejala-gejalanya cenderung meningkat selama tiga bulan terakhir dari
masa kehamilan. Dengan bertumbuhnya bayi dan membesarnya rahim, sebagian wanita
mungkin sering mengalami sesak nafas. Tetapi ibu - ibu yang tidak menderita
asmapun mengalami hal tersebut karena gerakan diafragma / sekat rongga badan
menjadi terbatas.
2.2
ETIOLOGI
Sebagian besar
penyempitan pada saluran nafas disebabkan oleh semacam reaksi alergi.
Alergi adalah reaksi tubuh normal terhadap alergen, yakni zat-zat yang tidak
berbahaya bagi kebanyakan orang yang peka. Alergen menyebabkan alergi pada
orang-orang yang peka. Alergen menyebabkan otot saluran nafas menjadi mengkerut
dan selaput lendir menjadi menebal. Selain produksi lendir yang meningkat,
dinding saluran nafas juga menjadi membengkok. Saluran nafas pun menyempit,
sehingga nafas terasa sesak. Alergi yang diderita pada penderita asma biasanya
sudah ada sejak kecil. Asma dapat kambuh apabila penderita mengalami stress dan
hamil merupakan salah satu stress secara psikis dan fisik, sehingga daya tahan
tubuh selama hamil cenderung menurun, daya tahan tubuh yang menurun akan
memperbesar kemungkinan tersebar infeksi dan pada keadaan ini asma dapat
kambuh. (Ilmu Penyakit Dalam)
Berdasarkan
etiologinya, asma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asma intrinsik
dan asma ektrinsik.
a.
Asma
ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus
spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu,
bulu binatang, susu, telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang
lain.
b.
Asma
intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi
terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang
bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan
cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor
intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).
2.3
KLASIFIKASI
Adapun klasifikasi asma berdasarkan
etiologi :
1.
Asma
Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena
seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk ketubuh
melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan
ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells
(APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut,
alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I
(II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel
Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi
sel plasma dan membentuk IgE.
IgE
yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel
tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag
dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang
lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada
permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap
desentisisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah
rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen
yang masuk ketubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan
mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan input Ca++ ke dalam sel
dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Kadar cAMP yang
menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini
yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam
granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik,
yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic
Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator
tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktifitas
bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila terpapar
dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak
menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap
rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun
yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus
disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Hiper reaktifitas berhubungan
dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkus dapat
dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal
tersebut di atas saat ini penyakit asma dianggap secara klinik sebagai penyakit
bronkospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi
bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas. Bronkus
pada pasien asma odema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama
eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus
di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak
berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asma bronkiale adanya penyumbatan
saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkus.
Akibat dari
bronkospasme, odema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi mukus maka
terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa
sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik
fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan
merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan
kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA
menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh
sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma
bronkiale.
2.
Asma
Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Asma
non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi
terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas,
olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress
psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama
gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas
adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan
daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik
alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan
sesak nafas.
Reseptor adrenergik
beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam membran sel yang
dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga messegner kedua. Bila reseptor
ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan
mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 3’5’ cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan
menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator
dari mastosit / basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade
reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan
akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal
dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990).
3.
Asma
Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan
diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.
2.4
PATOFISIOLOGI
Pada asma akut, obstruksi akut
disebabkan oleh kontraksi otot polos bronkus, meningkatnya sekresi lender, dan
radang saluran nafas serangan ini dipicu oleh stimulasi yang beragam misalnya
infeksi saluran nafas menghirup tepung sari atau bahan kimia, udara dingin atau
kelembapan. Penyempitan bronkus terjadi sebagai respon terhadap infeksi yang
diperantai saraf vagus atau akibat dari kerja zat-zat yang dilepaskan oleh sel
mast terhadap otot polos, atau sebagai akibat kedua dari mekanisme itu
penyempitan bronkiolus meningkatkan resistensi saluran nafas, menurunkan
kecepatan aliran gas, dan menyebabkan terperangkapnya udara. Ketidaksesuaian
ventilasi/perfusi yang diakibatkannya menimbulkan hipoksemia, yang mula-mula
merangsang pernafasan, mengakibatkan hiperventilasi yang ditunjukan oleh suatu
PaCO2 yang rendah dan alkalosis pernafasan akut.
Suatu serangan asma timbul karena
seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan
sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan.
Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain
akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC).
Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel
Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 (
IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E
(IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh
mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila
proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru
menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih
dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada
dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan input Ca++
kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP
menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya
mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of
anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A)
dan lain-lain. Hal ini akan menyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu :
kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang
akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan
dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran
nafas , peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus.
Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang
tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat
alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap
yang sangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )
2.5
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma
bronkiale atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah :
a. Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu
bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asma, misalnya debu
rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih
kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
b. Infeksi
saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh
virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering
menimbulkan asma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa
serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991).
c. Stress
Adanya stressor baik fisik maupun
psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis.
HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH)
dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan
mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk merealisis
sel radang menjadi menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk
inflamasi pada bronkus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
d. Olah
raga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma bronkiale
akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olah raga atau aktifitas fisik
yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA)
terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang
serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
e. Obat-obatan
Beberapa pasien asma bronkiale
sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicillin, salisilat, beta
blocker, kodein dan sebagainya.
f. Polusi
udara
Pasien asma sangat peka
terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang
mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
g. Lingkungan
kerja
Diperkirakan 2 – 15% pasien asma
bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja (Sundaru, 1991).
2.6
TANDA
DAN GEJALA
Keluhan yang biasanya dirasakan saat terjadi asma,
yaitu :
a.
Nafas pendek
b.
Nafas terasa sesak dan yang paling khas pada penderita asma adalah
terdengar bunyi
wheezing yang timbul saat menghembuskan nafas.
c.
Kadang-kadang batuk kering menjadi salah satu penyebabnya
d. Pada
kehamilan, biasanya serangan asma akan timbul pasa usia kehamilan 24
minggu
sampai 36 minggu dan pada akhir kehamilan serangan jarang terjadi.
2.7
KOMPLIKASI
2.8
PENGARUH ASMA TERHADAP
KEHAMILAN
Asma sewaktu kehamilan terutama
asma yang berat dan tidak terkontrol dapat menyebabkan peningkatan resiko
komplikasi perinatal seperti preeklampsi, kematian perinatal, prematur dan
berat badan lahir rendah.
Pada asma yang sangat berat dapat
mengakibatkan kematian ibu. Mekanisme yang dapat menerangkan ini adalah
hipoksia akibat dari asma yang tidak terkontrol, akibat pengobatan asma, atau
faktor patogenetis.Walaupun beberapa mekanisme yang pasti belum diketahui
tetapi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen yang baik sewaktu
kehamilan akan memberikan hasil yang baik pada periode perinatal.
Penelitian Shiliang Liu terhadap
2193 wanita dengan asma dibandingkan dengan 8772 wanita yang dipilih secara
random sebagai kelompok kontrol di Canada, menemukan bahwa asma pada ibu hamil
secara signifikan berhubungan dengan beberapa kondisi seperti kelahiran
preterm, bayi kecil atau besar dari usia kehamilan, preeklampsia, hipertensi
selama kehamilan, perdarahan antepartum, korioamnionitis dan persalinan dengan
seksio sesar. Kelainan terhadap janin didapatkan bayi besar dari usia kehamilan
12,4%, bayi kecil dari masa kehamilan 12,2% dan persalinan preterm 10%.
Efek pada ibu :
Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol
adalah kemungkinan :
1) Abortus
2) Perdarahan
vagina
3) Persalinan
premature
4) Solusio
plasenta 2,5%
5) Korioamnionitis
10,4%
Efek
pada janin :
Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
1) Menurunnya
aliran darah pada uterus
2) Menurunnya
venous return ibu
3) Kurva
dissosiasi oksiHb bergeser ke kiri
Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus
yang terjadi :
1) Menurunnya
aliran darah ke tali pusat
2) Meningkatnya
resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
3) Menurunnya
cardiac output
Asma yang tidak ditangani dapat
menyebabkan BBLR (Berat badan Lahir rendah). Jika ibu sering mengalami serangan
asama selama hamil, maka dapat menyebabkan suplai oksigen ke janin yang sangat
diperlukan sel darah merah untuk mengangkut nutrisi ke janin menjadi teganggu
sehingga janin dapat mengalami hipoksia dan pertumbuhannya menjadi terhambat (IUGR).
Terhadap ibu didapatkan juga beberapa keadaan seperti preeklampsia 3,3%,
hipertensi selama kehamilan 8%, solusio plasenta 2,5%, korioamnionitis 10,4%
dan persalinan dengan seksio sesar 26,4%. Oleh karena itu diperlukan perhatian
ekstra terhadap ibu dan janin pada wanita hamil dengan asma.
2.8
PEMERIKSAAN
a. Riwayat
Pasien dengan riwayat asma yang
telah berlangsung sejak lama ditanya sejak kapan, derajat serangan-serangan
sebelumnya. Penggunaan kortikosteroid yang telah lalu, riwayat sering dirawat
di rumah sakit, riwayat ventilasi mekanik yang pernah dialami, atau perawatan
di ruang rawat darurat yang baru dialami dapat memberikan petunjuk bagi adanya
serangan lebih parah atau membandel yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
b.
Pemeriksaan Fisik
Serangan yang parah dicurigai dari
adanya sesak nafas pada waktu istirahat, kesulitan mengucapkan kalimat,
diaforesis atau penggunaan otot-otot pernafasan tambahan. Kecepatan respirasi
lebih besar dari 30 kali/menit, nadi berdenyut lebih cepat dari 120 kali/menit dan
pulsus paradoksus yang lebih besar dari 18 mmHg menunjukkan serangan berat yang
berbahaya.
Gejala yang ditemui : wheezing
sedang sampai bronkokonstriksi berat. Bronkospasme akut dapat bergejala
obstruksi saluran nafas dan menurunnya aliran udara. Kerja system pernafasan
menjadi meningkat drastis dan pada pasien dapat dilihat gerakan dada yang
tertinggal, wheezing atau kesukaran bernafas. Peristiwa berikutnya pada refleks
oksigen primer terjadi reflek ventilasi perfusi yang tidak sepadan karena
distribusi dari saluran udara (bronchus) secara merata tidak terjadi.
c. Pemeriksaan Fungsi Paru
Pemeriksaan fungsi paru seringkali
normal dalam masa remisi. Selama masa serangan akut dan kadang-kadang ketika
tidak ada simptom, volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) berkurang dan
juga kapasitas vital paksa (FVC) mengalami penurunan yang secara proporsional
lebih kecil sehingga perbandingan FEV1 terhadap FVC menjadi berkurang (<
0,75). Dapat juga dijumpai hiperinflasi dengan kenaikan volume residual (FRC).
d. Pemeriksaan-pemeriksaan
Laboratorium
1)
Spirometri
Pengukuran yang objektif terhadap
aliran udara sangat penting dalam evaluasi dan terapi terhadap serangan.
Perawatan di rumah sakit dianjurkan bila FEV1 inisial kurang dari 30% dari
harga normal atau tidak meningkat hingga paling sedikit 40% dari harga normal
setelah diberikan terapi kuat selama 1 jam.
2) Gas-gas
Darah Arteri (GDA)
Ketimpangan ventilasi dan perfusi
(ketimpangan V/Q) akibat obstruksi jalan nafas akan menimbulkan peningkatan
selisih tekanan oksigen alveolar-arterial [P(A-a) O2] yang berkorelasi secara
kasar dengan keparahan serangan. Tekanan oksigen arterial (Pa O2) kurang dari
60 mmHg bisa merupakan tanda suatu serangan akut atau keadaan yang menyulitkan.
Hampir semua pasien asma yang
mengalami serangan ringan hingga sedang-berat akan mengalami hiperventilasi dan
mempunyai tekanan CO2 arterial (Pa CO2) kurang dari 35 mmHg. Pada serangan
berat atau yang berlangsung lama Pa CO2 bisa meninggi sebagai akibat dari
kombinasi obstruksi berat jalan nafas, perbandingan V/Q yang tinggi menyebabkan
peningkatan ventilasi, dan kelelahan otot-otot pernafasan. Pa CO2 yang meninggi
bisa merupakan tanda bagi kegagalan pernafasan yang sedang mengancam.
Pa CO2 lebih besar dari 40 mmHg
yang berkelanjutan dan disertai tanda-tanda lain asma berat, hendaknya dikelola
dalam unit perawatan intensif dengan evaluasi yang seksama untuk mengetahui
perlu tidaknya diberikan intubasi atau ventilasi mekanik.
3) Foto
Thorax
Foto Thorax perlu dilakukan ringan.
Pertimbangkan usia kehamilan
2.9
PENATALAKSANAAN
a. Mencegah
timbulnya stres
b. Mencegah
penggunaan obat seperti aspirin semacamnya yang dapat menjadi pencetus
timbulnya serangan
c. Pada
penderita asma ringan dapat digunakan obat local yang berbentuk inhalasi atau
peroral seperti isoproterenol
d. Serangan
asma yang ringan diatasi dengan pemberian bronkodilator hirup misalnya
isoproterenol yang akan memperlebar penyempitan saluran udara pada paru-paru.
Tetapi obat ini tidak boleh terlalu sering digunakan.
e. Serangan
asma yang lebih berat biasanya diatasi dengan infus aminofilin.
Serangan asma yang
sangat berat (status asmatikus) diatasi dengan pemberian infus kortikosteroid.
Jika terdapat infeksi, diberikan antibiotik.
f. Setelah
suatu serangan, bisa diberikan tablet yang mengandung teofilin untuk mencegah
serangan lanjutan. Bronkodilator dan kortikosteroid banyak digunakan oleh ibu
hamil dan tidak menimbulkan masalah yang berat.
2.10 PENGOBATAN
Obat asma dibedakan menurut
fungsinya, yaitu obat untuk melebarkan saluran nafas (bronkodilator) mengurangi
bengkak saluran nafas (anti inflamasi), dan untuk memudahkan pengeluaran
lender. Selain itu obat dapat diberiakan melalui peroral, inhaler, infuse,
suntikan dan melalui rectal. Namun bagi ibu hamil yang paling aman digunakan
adalah melalui inhaler (Alupen efeknya paling keras, Ventolin, Bereotech, Inflamide
efeknya paling lembut), karena efeknya tidak terlalu berdampak dan langsung
focus pada saluran nafas, selain itu dosisnya lebih kecil, sehingga relative
tidak akan mempengaruhi janin dalam kandungan.
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam
pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik
1. Pengobatan
non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada
peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara
sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar
dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b.
Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus
serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari
dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi
klien.
c.
Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah
pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan
fibrasi dada.
2.
Pengobatan farmakologik
a.
Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4
kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b.
Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan
teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil
yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c.
Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan
respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari.
Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat
steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d.
Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asma, khususnya
anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN
KEBIDANAN PADA IBU HAMIL
NY.
“U ” UMUR 26
TAHUN G2 P1 A0 Ah1 UMUR KEHAMILAN 32 + 3 MINGGU
DENGAN ASMA DI RB DELIMA
No.
Registrasi : 090425533
Masuk
tgl / jam : 4 April
2011 , 08.00
WIB
Ruang : Pemeriksaan
I.
PENGKAJIAN Tanggal : 4
April 2011, Jam : 08.10 WIB
A.
Data Subyektif
1.
Identitas Istri
Suami
Nama
: Ny.
U Tn. A
Umur
: 26 tahun 29 tahun
Agama
: Islam
Islam
Pendidikan
: SMA S1
Pekerjaan
: IRT PNS
Suku
/ bangsa : Jawa
/ Indonesia Jawa /
Indonesia
Alamat
: Jln. Cinta RT 05 RW 03 No. 10 Depok,
Sleman
Telp : 085239333555 085239555666
2.
Anamnesa
a.
Alasan datang :
Ibu
mengatakan ingin memeriksakan
kehamilannya.
b.
Keluhan Utama :
Ibu takut penyakit asmanya kambuh di
kehamilan kedua ini.
3. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 Tahun Siklus : 28 hari
Lama : 6
hari Teratur : Ya
Sifat darah : cair Keluhan : Tidak ada
4. Riwayat Perkawinan
Status pernikahan : Sah Menikah ke : I ( satu )
Lama : 5 Tahun Usia
menikah pertama kali : 25
Tahun
5.
Riwayat obstetric : G2 P1 Ab0 Ah1
Hamil ke
|
Persalinan
|
Nifas
|
||||||||
Tgl lahir
|
UK
|
Jenis persalinan
|
Penolong
|
Komplikasi
|
JK
|
BB lahir
|
Laktasi
|
Komplikasi
|
||
Ibu
|
Bayi
|
|||||||||
1
|
23 maret 2006
|
Aterm
|
Vakum ekstraksi
|
Dr Obsgyn
|
Asma
|
Caput suksedenium
|
L
|
2600 gram
|
2 th
|
Tidak ada
|
2
|
Hamil ini
|
6. Riwayat Kontrasepsi yang
digunakan
No.
|
Jenis
Kontrasepsi
|
|
Pasang
|
|
|
|
|
Lepas
|
|
|
|
Tgl
|
Oleh
|
Tempat
|
Keluhan
|
Tgl
|
Oleh
|
Tempat
|
Alasan
|
I
|
Suntik
|
2006
|
bidan
|
BPS
|
Tidak ada
|
2010
|
Bidan
|
BPS
|
Ingin punya anak
|
7. Riwayat Kehamilan Sekarang
a.
HPHT : 20 Agustus
2010 HPL : 27
Mei 2011
b. ANC pertama
umur kehamilan: 12 minggu
c. Kunjungan ANC
Trimester I
Frekuensi :
2x, Tempat:
BPS Oleh:
Bidan
Keluhan :
mual
Terapi :
Fe 1x1, vit C 1x1, asam folat 1x1
Trimester II
Frekuensi
:
3x , Tempat:
BPS Oleh :Bidan
Keluhan : Ibu mengatakan sering
merasa cepat lelah dan pegal-
Pegal
Terapi :
Fe, vit C, Kalk
Trimester III
Frekuensi
:
2x , Tempat:
RB Oleh :Bidan
Keluhan : tidak ada
Terapi : tidak ada
d. Imunisasi TT
TT1 tanggal sebelum menikah
TT3 tanggal tahun 2003
TT2 ± 1 bulan
setelahTT1
TT4 tanggal tahun 2004
e.
Pergerakan janin dalam 24 jam
Ibu
mengatakan pergerakan
janin selama sehari (24
jam) lebih kurang 12
kali.
8. Riwayat
Kesehatan
a.
Penyakit yang pernah / sedang diderita (menular, menurun dan menahun)
Ibu mengatakan dirinya menderita
penyakit asma sejak kecil,terakhir kali kambuh umur 24 tahun.
b.
Penyakit yang pernah/sedang diderita keluarga( menular,menurun,
menahun)
Ibu mengatakan dari pihak keluarga ibu ada yang sedang menderita
penyakit asma.
c. Riwayat
Keturunan kembar
Ibu mengatakan dalam
keluarganya tidak memiliki riwayat keturunan anak
kembar
d.
Riwayat Operasi
Ibu
mengatakan tidak pernah melakukan operasi
apapun.
e.
Riwayat alergi obat
Ibu
mengatakan tidak alergi terhadap
obat-obatan
9. Pola
pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a.
Pola
nutrisi sebelum
hamil saat
hamil
Makan
Frekuensi : 3x/hari 3x/hari
Porsi : 1 piring 1 piring
Jenis : Nasi,sayur,lauk Nasi,sayur,lauk
Pantangan :
Tidak ada Tidak
ada
Keluhan
: Tidak ada Tidak
ada
Minum
Frekuensi
: 8x/hari 10x/hari
Porsi : 1 Gelas 1 Gelas
Jenis : Air Putih Air putih,susu
Pantangan : Tidak ada Tidak ada
Keluhan
: Tidak ada Tidak
ada
b. Pola eliminasi
BAB sebelum hamil saat hamil
Frekuensi : 1x/hari jarang BAB
Konsistensi : lembek agak keras
Warna : kekuningan hitam kekuningan
Keluhan
: Tidak ada konstipasi
BAK
Frekuensi : 5-6x/hari 8-9x/hari
Konsistensi : Cair Cair
Warna : Kuning jernih Kuning jernih
Keluhan :
Tidak ada Tidak
ada
c.
Pola Istirahat
Tidur siang sebelum hamil saat
hamil
Lama : 2 jam/hari 1 jam/hari
Keluhan : Tidak ada Tidak ada
Tidur malam
Lama : 5-6 jam/hari 6 jam/hari
Keluhan : Tidak ada Tidak
ada
d.
Personal Hygiene
Mandi : 2x/hari 2x/hari
Ganti pakaian
:
2x/hari 2x/hari
Gosok Gigi : 2x/hari 2x/hari
Keramas :
2x/minggu 3x/minggu
e.
Pola seksualitas
Frekuensi : 2x/minggu 1x/minggu
Keluhan : Tidak ada Tidak
ada
f.
Pola aktivitas (terkait kegiatan fisik,
olah raga)
ibu mengatakan hanya
melakukan pekerjaan rumah seperti membersihkan rumah, dan mencuci.
10.
Kebiasaan
yang mengganggu kesehatan (merokok, minum jamu, minuman
beralkohol)
Ibu
mengatakan tidak pernah merokok, minum jamu, dan minum- minuman
beralkohol.
11. Psikososiospiritual(Penerimaan
ibu/suami/keluarga terhadap kehamilan, dukungan social, perencanaan persalinan,pemberian asi,
perawatan bayi, kegiatan ibadah, kegiatan social,dan persiapan keuangan ibu dan
keluarga)
-
Ibu mengatakan ibu, suami, dan keluarga sangat cemas dengan
kahamilannya
-
Ibu mengatakan suami dan
keluarga senang
dengan kehamilan ibu
-
Ibu mengatakan suami dan
keluarga memberikan dukungan kepada ibu
- Ibu mengatakan ibu dan suami taat beribadah
12. Pengetahuan
ibu(tentang kehamilan , persalinan dan Laktasi)
Ibu mengerti nutrisi yang baik untuk ibu hamil yaitu 4 sehat
5 sempurna dan ibu lebih berhati-hati
menjaga kehamilan yang sekarang.
13. Lingkungan
yang berpengaruh (sekitar rumah dan hewan peliharaan)
Ibu mengatakan
tidak memelihara hewan peliharaan (seperti kucing, anjing, ayam, dll) di
rumahnya.
C.
DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Keadaan
umum : Baik
Kesadaran : Compomentis
Tanda
Vital sign :
Tekanan
darah : 130/80 mmHg Nadi: 86x/menit
Pernapasan : 20x/menit Suhu:
37 °c
Berat
Badan sebelum hamil :
50 kg Tinggi
badan :
157 cm
Berat
badan sekarang : 57 kg
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Mesocephal, tidak nyeri tekan,
terdapat luka jahitan
Rambut : Tidak ada ketombe, warna rambut hitam , bersih, rambut
tidak
rontok
Muka :
Bentuk muka oval, tidak
ada oedema, , tidak ada cloasma
gravidarum
Mata :
Simetris, tidak ada secret, sklera tidak
ikterik, konjungtiva
pucat.
Hidung :
Bersih, tidak ada polip, tidak ada secret
Mulut : Bersih, tidak ada
stomatitis, tidak ada karies pada gigi, lidah
bersih,tidak ada pembesaran kelenjar tonsil.
Telinga :
Simetris,bersih, tidak ada serumen
Leher :
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena
jugularis, serta
tidak
ada pembengkakan kelejar parotis dan limfa
Dada :
Tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada
bunyi ronghi dan
wheezing.
Payudara :
Simetris, puting susu menonjol, hiperpigmentasi areola
mamae, colustrum belum keluar.
Abdomen : Pembesar
memanjang, tidak ada bekas
operasi, tidak ada nyeri
tekan
pada saat dipalpasi, terdapat linea gravidarum.
Palpasi
Leopold
Leopold
I :
TFU antara Px dengan
pusat,pada fundus teraba
lunak, kurang bulat, tidak melenting ( bokong )
Leopold
II : Bagian kanan
perut ibu : teraba kecil-kecil tidak beraturan,sedikit ada gerakan (
ekstremitas)
Bagian kiri
perut ibu :
teraba keras ada tahanan seperti papan , memanjang ( punggung )
Leopold
III : Pada
bagian terbawah janin teraba bulat,
keras
melenting ( bokong ).
Leopold
IV :
Kepala belum masuk panggul ( Konvergen )
Osborn test : Tidak dilakukan
TFU menurut
Mc.Donald : 28
cm , TBJ : ( 28 – 12) x 155 = 2480 gram
Auskultasi DJJ : Positif,
138 x/menit
Ekstremitas
atas : Simetris,
gerakan aktif, kuku tidak pucat,
tidak odema, LILA: 24 cm
Ekstremitas
bawah : Simetris,
gerakan aktif, kuku tidak pucat, tidak
odema, tidak ada varises
, reflex patella (+)
Anus :
Tidak
hemorrhoid
3. Pemeriksaan
Penunjang Tanggal: 4 April
2011
Hasil golongan darah B HB = 12,5 gr% dl
Urine reduksi: negative Protein Urine : negative
II. INTERPRETASI DATA
A.
Diagnosa
Kebidanan
Seorang
ibu NY. U Umur
26 tahun G2
P1 A0 Ah1,uk 32 + 3 minggu janin tunggal,
hidup intrauteri, PUKI, presentasi kepala,
belum masuk PAP, dengan asma.
DS :
-
Ibu mengatakan
umurnya 27 tahun
-
Ibu mengatakan ini
kehamilan kedua
-
Ibu mengatakan
tidak pernah keguguran
-
Ibu mengatakan HPHT
tanggal 20 Agustus 2010
-
Ibu mengatakan dirinya menderita penyakit asma sejak
kecil,terakhir kali kambuh umur 24 tahun.
DO :
-
KU : baik - Kesadaran : composmentis
-
Tanda Vital sign :
Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi: 86x/menit
Respirasi : 20x/menit Suhu:
37°c
- Palpasi
Leopold
Leopold I : TFU antara Px dengan
pusat, pada fundus teraba
lunak, kurang
bundar, tidak melenting ( bokong
)
Leopold II : PUKI
Leopold
III : PRESKEP
Leopold
IV :
Kepala belum masuk panggul ( Konvergen )
-
Auskultasi DJJ : positif, 138 x/menit
B.
Masalah
Ibu
mengalami ketakutan akan kambuhnya asma pada kehamilan kedua ini karena sering
merasa sesak nafas dan susah BAB.
C.
Kebutuhan
Konseling tentang pencegahan dan
penanganan asma yang dapat dilakukan oleh ibu dan keluarga, penyebab susah BAB
dan cara mengatasinya.
II. IDENTIFIKASI
DIAGNOSA/ MASALAH POTENSIAL
Asma dalam kehamilan potensial
terjadi pertumbuhan janin terlambat dan lahir
preterm.
III. ANTISIPASI
TINDAKAN SEGERA
A.
Mandiri
Edukasi terhadap pasien untuk
menghindari pencetus asma dan pengawasan terhadap penggunaan obat-obatan.
B.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan dr. Erlina SpPD
untuk pemberian terapi penyakit asma pada ibu hamil.
C.
Merujuk
Tidak dilakukan saat ini karena
belum ada indikasi.
V.
PERENCANAN Tanggal
: 4 April 2011 jam
: 08.30 WIB
1. Jelaskan pada ibu tentang
hasil pemeriksaan.
2. Beri KIE
tentang asma pada ibu
3. Beri KIE
tentang cara pencegahan asma pada ibu.
4. Anjurkan ibu
untuk istirahat.
5. Beri KIE
tentang masalah konstipasi dan penanganannya.
6. Beri ibu terapi
obat sesuai adsvis dokter.
7. Beri dukungan /
support mental pada ibu.
8. Anjurkan ibu
untuk kunjungan ulang.
VI.
PELAKSANAAN Tanggal
: 4 April 2011 jam
: 08.40 WIB
1.
Memberitahukan Ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu dan
janinnya dalam kondisi baik dan sehat yaitu TD : 130/80 mmHg, N :
86x/menit, R : 20x/menit, S : 37 °c, BB : 57 kg, TB :157 cm, DJJ : 138 x/menit
2.
Memberikan konseling kepada
ibu bahwa biasanya serangan asma akan timbul pasa usia kehamilan 24 minggu
sampai 36 minggu karena gerakan diafragma/sekat rongga badan menjadi terbatas dan juga asma bisa menimbulkan
komplikasi pada ibu beserta
janin, sehingga ibu harus lebih hati-hati dalam menjaga kehamilannya.
3.
Memberikan konseling mengenai pencegahan agar tidak terjadinya asma
yaitu menghindari faktor pencetus asma seperti alergen
(misalnya debu rumah,
serpih kulit kucing, bulu binatang
), Infeksi saluran nafas, Obat-obatan (penicillin, salisilat,
beta blocker, kodein), dan polusi
udara.
4.
Menganjurkan ibu untuk
mengurangi stressor baik fisik maupun psikologis dengan istirahat cukup, tidak
melakukan aktivitas berat/aktivitas yang melelahkan, dan melakukan ralaksasi.
5.
Memberikan konseling kepada ibu bahwa pada usia kehamilan
trimester III ibu akan mengalami susah BAB dan sering BAK karena terjadi
perubahan hormon yang mengakibatkan kerja peristaltik usus menjadi lambat dan pembesaran
rahim yang mendesak kandung kemih. Menganjurkan ibu agar makan makanan berserat
serta olahraga ringan dan menganjurkan ibu agar tidak banyak minum menjelang
tidur.
6.
Memberikan terapi
obat sesuai advis dokter yaitu inhaler / inhalasi (Inflamide) diberika 3-4 kali
semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit.
7.
Memberikan dukungan
kepada ibu bahwa ibu dapat menjaga
kehamilannya dengan mengikuti semua saran dari bidan.
8.
Mengingatkan ibu untuk datang kontrol ulang 1 minggu lagi atau jika
ada keluhan.
V.
EVALUASI Tanggal
: 4 April 2011 jam : 09.05 WIB
1.
Ibu sudah mengerti dan senang mendengar kondisi dirinya beserta bayinya yang dikandung
dalam keadaan sehat.
2.
Ibu akan selalu hati – hati menjaga kondisi dirinya beserta
janin yang dikandungnya.
3.
Ibu setuju menghindari pencetus asma
4.
Ibu dan suami mengerti penjelasan bidan dan bersedia
melaksanakan nasehat bidan
5.
Ibu sudah mengerti
tentang konstipasi dan bersedia mengkonsumsi makanan yang berserat seperti
buah-buahan.
6.
Advis dokter sudah
diberikan.
7.
Ibu sudah tenang
dan tidak takut lagi.
8.
Ibu bersedia untuk kontrol ulang 1 minggu lagi atau jika
ada keluhan
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Asma dalam kehamilan
adalah gangguan inflamasi kronik jalan nafas terutama sel mast dan eosinofil
sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak nafas, dada terasa
berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil.
Perempuan dengan asma berat atau asma yang terkontrol buruk
memiliki risiko tinggi untuk terjadinya komplikasi kehamilan (seperti
pre-eklampsia, perdarahan rahim, dan komplikasi saat melahirkan) dan pengaruh
buruk pada janin (seperti kematian perinatal, pertumbuhan janin terhambat,
kelainan kongenital, lahir prematur, berat lahir rendah, dan kekurangan
oksigen). Pada saat ibu mengalami serangan asma, janin mungkin tidak cukup
mendapatkan oksigen sehingga dapat menyebabkan bahaya pada janin. Semakin berat
asma, semakin besar risiko untuk janin.
Adapun faktor-faktor
pencetus yang dapat menyebabkan
terjadinya asma yaitu seperti Alergen, infeksi saluran nafas, stress, olah raga / kegiatan
jasmani yang berat, obat-obatan, polusi udara, dan lingkungan kerja.
Untuk mengidentifikasi penyakit asam dilakukan beberapa
pemeriksaan antara lain riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi
paru, pemeriksaan laboratorium (
spirometri, Gas-gas Darah Arteri, dan Foto Thorax ). Dengan penanggulangan yang baik khususnya pada
kasus plasenta previa dapat
mengurang angka mortilitas.
4.2 SARAN
Diharapkan pada seluruh tenaga kesehatan mampu
melaksanakan asuhan kebidanan khususnya
pada ibu hamil dengan penyakit asma yang
lebih komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
( Http : // www. Uptodate / Pregnancy and asthm.com ) diakses
tanggal 10 april 2011 pukul 15.45 WIB
Mochtar, Rustam, Prof.
Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2, EGC: Jakarta
Price,
Sylivia A, dkk. Patofisiologi konsep
klinis proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC
R. H. H
Nelwan. 1995. Ilmu Penyakit dalam jilid 1
edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Varney, Hellen dkk. 2003. Asuhan Kebidanan Volume 1. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar