BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah
satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak.Sekitar 2,2%
hingga 5% anak mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun.
Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai akibat yang ditimbulkan
oleh penyakit ini namun pendapat yang dominan saat ini kejang pada kejang demam
tidak menyebabkan akibat buruk atau kerusakan pada otak namun kita tetap
berupaya untuk menghentikan kejang secepat mungkin (Marlian L, 2005).
Kejadian kejang demam diperkirakan
2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi
kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam komplek.Akhir-akhir ini kejang demam
diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana yang
berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam komplek yang
berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali
kejang demam dalam 24 jam) menurut Arif Manajer, 2000). Penyakit
yang disebabkan oleh gangguan saraf telah menyerang sedikitnya 1 miliyar orang
diseluruh dunia. Penyakit yang telah menyerang jutaan orang di seluruh dunia
ini, tidak mengenal umur, jenis kelamin, status pendidikan, maupun pendapatan.
Dari 1 miliyar orang yang terkena ganguan saraf di seluruh dunia. Sebanyak 50
juta orang menderita epilepsi dan 24 juta orang menderita Alzheimer dan
penyakit dimensia lainnya.Menurut WHO diperkirakan 6,8 juta orang meninggal
tiap tahun akibat ganguan syaraf
Hemiparesis biasanya terjadi
pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam)
baik bersifat umum maaupun fokal, kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang
terjadi. Mula-mula
kelumpuhannya bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu spasitisitas. Millichap
(1968) melaporkan dari 1190 anak menderita kejang demam, hanya 0,2% saja yang
mengalami hemiparesis sesudah kejang lama. Dari
suatu penelitian terhadap 431 penderita dengan kejang demam sederhana, tidak
mengalami kelainan IQ, tetapi pada penderita kejang demam yang sebelumnya telah
terdapat ganguan perkembangan atau neorologis akan di dapat IQ yang lebih
rendah dibanding dengan saudaranya (Millchap, 1968). Apabila kejang demam
diikuti dengan terulangnya kejang demam, retradasi mental akan terjadi 5 kali
lebih besar (Nellson dan Ellenberg,1978).
1.2
Rumusan Masalah
a)
Apa yang di maksud dengan kejang neonatorum ?
b)
Apa saja klasifikasi dari kejang neonatorum ?
c)
Apa saja factor dari kejang neonatorum ?
d)
Bagaimana dan apa saja penatalaksanaan dari
kejang neonatorum ?
1.3
Tujuan
a)
Untuk mengetahui definisi kejang neonatorum.
b)
Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari
kejang neonatorum
c)
Untuk mengetahui apa saja factor dari kejang
neonatorum
d)
Untuk mengetahui apa saja dan bagaimana
penatalaksanaan kejang pada neonatus.
BAB II
TINJAUAN
TEORI
2.1 Definisi
Kejang pada neonates ialah suatu gangguan terhadap fungsi neurologis seperti
tingkah laku, motorik, atau fungsi otonom. Periode bayi baru lahir (BBL)
dibatasi sampai hari ke-28 kehidupan pada bayi cukup bulan, dan untuk bayi
prematur, batasan ini biasanya digunakan sampai usia gestasi 42
minggu.Kebanyakan kejang pada BBL timbul selama beberapa hari. Sebagian kecil
dari bayi tersebut akan mengalami kejang lanjutan dalam kehidupannya kelak. Kejang pada neonatus relatif sering dijumpai dengan
manifestasi klinis yang bervariasi. Timbulnya sering merupakan gejala awal dari
gangguan neurologi dan dapat terjadi gangguan pada kognitif dan perkembangan
jangka panjang.
kejang pada bayi
baru lahir adalah
a) kejang
yang terjadi pada bayi sampai dengan usia 28 hari
b) Kejang
pada BBL merupakan keadaan darurat karena kejang merupakan suatu tanda adanya
penyakit sistem sayarf pusat (SSP), kelainan metabolik atau penyakit lain.
c) Sering
tidak dikenali karena berbeda dengan kejang pada anak
d) Kejang
umum tonik klonik jarang terjadi pada BBL
e) Kejang
berulang menyebabkan berkurangnya oksigenisasi, ventilasi dan nutrisi otak
Kejang pada bayi baru lahir
ialah kejang yang timbul masa neonatus atau dalam 28 hari sesudah lahir (Buku
Kesehatan Anak) Menurut Brown (1974) kejang adalah suatu aritma serebral.
Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi motorik
maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak (Buku
Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Dasar). Kejang bukanlah suatu penyakit
tetapi merupakan gejala dari gangguan saraf pusat, lokal atau sistemik. Kejang
ini merupakan gejala gangguan syaraf dan tanda penting akan adanya penyakit
lain sebagai penyebab kejang tersebut, yang dapat mengakibatkan gejala sisa yang
menetap di kemudian hari. Bila penyebab tersebut diketahui harus segera di
obati. Hal yang paling penting dari
kejang pada bayi baru lahir adalah mengenal kejangnya, mendiagnosis
penyakit penyebabnya dan memberikan pertolongan terarah, bukan hanya mencoba
menanggulangi kejang tersebut dengan obat antikonvulsan.
Kejang pada bayi baru lahir
sering tidak dikenali karena bentuknya berbeda dengan kejang pada anak atau
orang dewasa.Hal ini disebabkan karena ketidakmatangan organisasi korteks pada
bayi baru lahir.Kejang umum tonikklonik jarang pada bayi baru lahir.Manifestasi
kejang pada bayi baru lahir dapat berupa tremor
,hiperaktif,kejang-kejang,tiba-tiba menangis melengking,tonus otot hilang
disertai aatau tidak dengan hilangnya kesadaran,gerakannya tidak menentu,i(nvoluntary
movement),nistagmus,(fenomena oral dan bukal),bahkan apnu oleh karena
manifestasi klinik yang berbeda-bada dan bervariasi,seringkali kejang pada bayi
baru lahir tidak dikenali oleh yang belum berpengalaman .
Dalam prinsip ,setiap gerakan
yang tidak biasa pada bayi baru lahir apabila berlangsung berulang-ulang dan
periodic ,harus dipikirkan kemungkinan merupakan manifestasi kejang.
Perbedaan kejang dan spasme
masalah
|
Temuan khusus
|
Kejang umum
|
-
Gerakan wajah dan ekstermitas yang
teratur dan berulang
-
Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau
tangkai,baik sinkron maupun tidak sinkron
-
Perubahan status kesadaran (bayi mungkin
tidak sadar atau tetap bangun tetapi tidak responsive/apatis)
-
Apnea(nafas spontan berhenti lebih 20
detik)
|
Kejang suble
|
-
Gerakan mata berkedip,berpudar dan dan
juling yang berulang
-
Gerakan mulut dan lidang berulang
-
Gerakan tangkai tidak terkendali, gerakan
seperti mengayuh sepeda
-
Bayi bias masih sadar
|
Spasme
|
-
Kontraksi otot tidak terkendali paling
tidak beberapa detik sampai beberapa menit
-
Dipicu oleh sentuhan, suara maupun cahaya
-
Bayi tetap sadar,sering menangis
kesakitan
-
Trismus (rahang kaku,mulut tidak dapat di
buka,bibir mencuci seperti mulut ikan
-
Opitotonus
-
Gerakan tangan seperti meninju dan
mengepal
|
2.2
Klasifikasi kejang
Volpe (1977) membagi kejang pada bayi
lahir sebagai berikut :
A.
Bentuk kejang yang hampir tidak kelihatan (subtle) yang sering tidak
diketahui sebagai kejang. Terbanyak di neonatus berupa :
1)
Deviasi horizontal bola mata.
2)
Getaran dari kelopak mata/berkedip-kedip
3)
Gerakan dari pipi dan mulut,
seperti menghisap-hisap,mengunyah, mengecap, dan menguap
4)
Apnea berulang
5)
Gerakan tonik tungkai
6)
Gerakan
mengunyah , salivasi berlebihan, perubahan pola pernafasan termasuk apneu,
berkedip, nistagmus, gerakan bersepeda atau mengayuh pedal , dan perubahan
warna.
Setiap gerakan yang tidak biasa pada
neonatus, bila berlangsung beurlang-ulang dan periodic perlu dipikirkan
kemungkinan dari kejang.
B.
Kejang klonik multifocal (migratory)
Gerakan klonik berpindah-pindah dari satu anggota gerak ke
anggota gerak lainnya secara tidak teratur. Kadang-kdang kejang yang satu
dengan yang lainnya bersambungan, dapat menyerupai kejang umum.
C.
Kejang tonik
1)
Ekstensi kedua tungkai, kadang-kadangan disertai fleksi kedua lengan
menyerupai keadaan dekortikasi.
2)
Ditandai dengan postur tungkai
dan badan yang kaku, dan kadang disertai dengan deviasi mata yang tetap.
D.
Kejang mioklonik
1)
Berupa gerakan fleksi seketika seluruh tubuh, jarang terlihat pada
neonatus.
2)
Jingkatan jingkatan setempat
atau menyeluruh tungkai atau badan sebentar yang cenderung melibatkan kelompok
otot distal.
Menurut Doenges (1993), kejang
(konvulsion) adalah aktifitas motorik dan gangguan fenomena sensorik akibat
dari pelepasan muatan listrik secara tiba-tiba yang tidak terkontrol dari sel
saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba dan disertai
gangguan kesadaran.Dalam bahasa lain, kejang merupakan pergerakan abnormal
akibat perubahan tonus otot yang distimulasi oleh pelepasan muatan listrik yang
tidak terkontrol.
Berdasarkan gambaran klinisnya,
kejang dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu kejang tonik, kejang
klonik dan kejang mioklonik.
1.
Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terjadi
pada bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dengan masa
kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat.
Bentuk klinis kejang tonik yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstremitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai
desebrasi, atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk
dekortifikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai desebrasi haris dibedakan
dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi
selaput otak atau kernikterus.
2.
Kejang Klonik
Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral
dengan permulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinik
kejang fokal berlangsung antara 1 - 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak
disertai gangguan kesadaran, dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk
kejang ini disebabkan oleh kontusio serebri akibat trauma fokal pada bayi besar
dan cukup bulan atau oleh ensefalopati metabolik.
3.
Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan
fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.
Gerakan tersebut menyerupai gerakan refleks moro. Kejang ini merupakan pertanda
kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG kejang
mioklonik pada bayi tidak spesifik.
Ø Epidemiologi
1.Frekuensi
1)
Amerika Serikat Antara
2% sampai 5% anak mengalami kejang demam sebelum usianya yang ke 5.Sekitar 1/3
dari mereka paling tidak mengalami 1 kali rekurensi.
2)
Internasional Kejadian
kejang demam seperti di atas serupa di Eropa. Kejadian di Negara lain berkisar
antara 5 sampai 10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di Guam, 0.35% di Hong Kong,
dan 0.5-1.5% di China.
2. Mortalitas/Morbiditas
a)
Kejang demam biasanya tidak berbahaya.
b)
Anak dengan kejang demam memiliki resiko
epilepsy sedikit lebih tinggi dibandingkan yang tidak (2% : 1%).
c)
Faktor resiko untuk epilepsy di tahun-tahun
berikutnya meliputi kejang demam kompleks, riwayat epilepsy atau kelainan
neurologi dalam keluarga, dan hambatan pertumbuhan. Pasien dengan 2 faktor
resiko tersebut mempunyai kemungkinan 10% mendapatkan kejang demam.
4. Jenis kelamin
Kejang
demam terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun.
Ø Etiologi
1. Metabolik
a.
Hipoglikemia
Bila kadar darah gula kurang dari 30 mg% pada neonatus cukup
bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi dengan berat badan lahir rendah.
Hipoglikemia dapat dengan/tanpa gejala. Gejala dapat berupa serangan apnea,
kejang sianosis, minum lemah, biasanya terdapat pada bayi berat badan lahir
rendah, bayi kembar yang kecil, bayi dari ibu penderita diabetes melitus,
asfiksia.
b.
Hipokalsemia
Yaitu: keadaan kadar kalsium pada plasma kurang dari 8
mg/100 ml atau kurang dari 8 mg/100 ml atau kurang dari 4 MEq/L
Gejala:
tangis dengan nada tinggi, tonus berkurang, kejang dan diantara dua serangan
bayi dalam keadaan baik.
c.
Hipomagnesemia
Yaitu kadar magnesium dalam darah kurang dari 1,2 mEg/l.
biasanya terdapat bersama-sama dengan hipokalsemia, hipoglikemia dan lain-lain.
Gejala
kejang yang tidak dapat di atasi atau hipokalsemia yang tidak dapat sembuh
dengan pengobatan yang adekuat.
d.
Hiponatremia dan hipernatremia
Hiponatremia adalah kadar Na dalam serum kurang dari 130
mEg/l. gejalanya adalah kejang, tremor. Hipertremia, kadar Na dalam darah lebih
dari 145 mEg/l. Kejang yang biasanya disebabkan oleh karena trombosis vena atau
adanya petekis dalam otak.
e.
Defisiensi pirodiksin dan dependensi piridoksisn
Merupakan akibat kekurangan vitamin B6. gejalanya adalah
kejang yang hebat dan tidak hilang dengan pemberian obat anti kejang, kalsium,
glukosa, dan lain-lain. Pengobatan dengan memberikan 50 mg pirodiksin
f.
Asfiksia
Suatu keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir etiologi karena adanya gangguan pertukaran gas dan
transfer O2 dari ibu ke janin.
2.
Perdarahan intrakranial
Dapat disebabkan oleh trauma
lahir seperti asfiksia atau hipoksia, defisiensi vitamin K,
trombositopenia. Perdarahan dapat
terjadi sub dural, dub aroknoid, intraventrikulus dan intraserebral. Biasanya
disertai hipoglikemia, hipokalsemia. Diagnosis yang tepat sukar ditetapkan,
fungsi lumbal dan offalmoskopi mungkin dapat membantu diagnosis. Terapi :
pemberian obat anti kejang dan perbaikan gangguan metabolism bila ada.
3.
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kejang, seperti :
tetanus dan meningitis
4.
Genetik/kelainan bawaan
5.
Penyebab lain
a.
Polisikemia
Biasanya terdapat pada bayi
berat lahir rendah, infufisiensi placenta, transfuse dari bayi kembar yang
satunya ke bayi kembar yang lain dengan kadar hemoktrokit di atas 65%
b. Kejang
idiopatik
Tidak memerlukan pengobatan
yang spesifik, bila tidak diketahui penyebabnya berikan oksigen untuk
sianosisnya
c.
Toksin estrogen
Misalnya : hexachlorophene
Ø Penyebab
Tak jarang bayi Indonesia mengalami kejang dan
hal ini sangat mengkhawatirkan bagi para orangtua. Sebenarnya apa yang menjadi penyebab bayi kejang? Kejang demam
atau kejang yang disertai demam biasanya terjadi karena bayi memang mengalami
suatu penyakit. Contohnya, bayi terkena infeksi pada saluran pencernaannya yang
menyebabkan dia demam dan kemudian kejang. Penyakit lainnya yang bisa
menyebabkan kejang pada
bayi adalah penyakit radang telinga, infeksi pada paru dan infeksi
lainnya.
Penyakit diabetes mellitus yang
diderita oleh ibu bisa juga menjadi penyebab bayi kejang. Ibu yang terkena
penyakit kencing manis ini bisa menyebabkan bayi mengalami kekurangan
kadar gula darah. Selain itu, baybbi yang pada saat lahir memiliki berat badan
lebih dari 4 kg memiliki resiko terkena kejang hingga hari ke-28 dia
dilahirkan. Kejang yang timbul karena dua hal di atas biasanya tidak disertai
demam.
Kejang yang tidak disertai
demam biasanya juga terjadi karena kelainan di otak. Penyakit yang mengganggu
fungsi otak bayi bisa membangkitkan kejang. Misalnya perdarahan, tumor dan
radang yang terjadi di otak. Dalam hal ini kejang berkaitan dengan otak karena
di dalam otak terdapat pusat syaraf tubuh.
Kondisi pada saat hamil juga
bisa menyebabkan kejang pada bayi jika ibu terinfeksi salah satu dari virus
TORCH. Selain itu, proses kelahiran juga bisa mempengaruhi kejang pada bayi
Indonesia. Seperti misalnya pada saat menjelang kelahiran, bayi mengalami
infeksi atau cedera. Demikian pula dengan proses
kelahiran yang sulit dan bayi yang lahir kuning. Hal-hal ini membuat
asupan oksigen ke otak berkurang sehingga bayi mengalami kejang.
Kejang pada bayi juga bisa
disebabkan karena bayi memang menderita penyakit epilepsi. Biasanya kejang
karena epilepsi lama. Penyebab lain seperti terjadinya gangguan pada peredaran
darah dan gangguan metabolisme. Demikian pula karena keracunan makanan, alergi
terhadap sesuatu serta cacat bawaan bisa membuat bayi kejang.
Memang ada banyak kemungkinan
yang bisa menyebabkan bayi kejang. Bisa juga karena bayi demam. Tingginya suhu tubuh bayi bisa menyebabkan dia menjadi
kejang. Sebaiknya bila anak pernah mengalami kejang, konsultasikan ke dokter
untuk mengetahui penyebab pastinya.
Kejang
neonatal bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
1.
bayi yang tidak menangis pada waktu lahir adalah
penyebab yang paling sering.
timbul pada 24 jam kehidupan pada kebanyakan kasus.
timbul pada 24 jam kehidupan pada kebanyakan kasus.
2.
Perdarahan otak dapat timbul sebagai akibat dari
kekurangan oksigen atau trauma pada kepala. perdarahan ini biasanya diakibatkan
oleh trauma dapat menimbulkan kejang.
3.
Kekurangan gula darah (hipoglikemia) sering
timbul dengan gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan pada bayi dengan ibu
penderita DM (Diabetes Mellitus). jarak waktu antara hipoglikemia dan waktu
sebelum pemberian awal pengobatan merupakan waktu timbulnya kejang. kejang
lebih jarang timbul pada ibu pendeita diabetes, kemungkinan karena waktu
hipoglikemia yang pendek.
4.
infeksi sekunder akibat bakteri dan nonbakteri
dapat timbul pada bayi dalam kandungan, selama persalinan, atau pada periode
perinatal. seperti bakteri meningitis, toksoplasmosis, sifilis, atau rubella
(campak). resiko kejang adalah lebih tinggi jika bayi prematur atau BBLR.
5.
adanya cedera jika persalinan
6.
bayi kuning disebut sebagai resiko bila terjadi
pada hari pertama kelahiran. bayi kuning akan normal bila terjadi dalam tiga
hari.
7.
infeksi saat kehamilan (TORCH). terutama pada
trimester pertama dikatakan sebagai penyebab kejang.
2.3
Faktor Resiko
faktor yang mempengaruhi kejang
demam adalah:
1.
Umur
a)
3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah
mengalami kejang demam.
b)
Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan
menurun setelah 4 tahun, jarang terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau
lebih dari 5 tahun.
c)
Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun
pertama dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.
2.
Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak
laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan
oleh maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada
laki-laki.
3.
Suhu badan
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak
terjadinya kejang demam. Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan
nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar
antara 38,3°C – 41,4°C. Adanya perbedaan ambang kejang ini menerangkan mengapa
pada seorang anak baru timbul kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat
tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang sudah timbul walaupun suhu
meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan nilai ambang kejang
yang rendah.
4.
Faktor keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya
kejang demam. Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 – 50% anak yang mengalami
kejang demam memiliki anggota keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang
pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah
demam.6 Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit
dengan demam atau pada waktu demam tinggi.
Faktor –faktor lain diantaranya:
a.
riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara
kandung,
b.
perkembangan terlambat,
c.
problem pada masa neonatus,
d.
anak dalam perawatan khusus, dan
e.
Kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan
mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3
kali rekurensi atau lebih. Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini,
cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat
kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.Sekitar
1/3 anak dengan kejang demam pertamanya dapat mengalami kejang rekuren.
Faktor resiko untuk kejang demam rekuren meliputi berikut ini:
a. Usia muda saat kejang demam pertama
a. Usia muda saat kejang demam pertama
b. Suhu yang rendah saat kejang
pertama
c. Riwayat kejang demam dalam
keluarga
d. Durasi yang cepat antara
onset demam dan timbulnya kejang
e. Pasien dengan 4 faktor
resiko ini memiliki lebih dari 70% kemungkinan rekuren. Pasien tanpa faktor
resiko tersebut memiliki kurang dari 20% kemungkinan rekuren.
Ø
DIAGNOSIS
Anamnesa
1.
Riwayat kehamilan
Bayi kecil untuk masa kehamilan
a)
Bayi kurang bulan
b)
Ibu tidak disuntik TT
c)
Ibu menderita DM
2.
Riwayat persalinan
a)
Persalinan dengan tindakan
b)
Persalinan presipitatus
c)
Gawat janin
3.
Riwayat kelahiran
a)
Trauma lahir
b)
Lahir asfiksia
c)
Pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril
Pemeriksaan kelainan fisik
1.
Kesadaran
2.
Suhu tubuh
3.
Tanda-tanda infeksi lain
Penilaian kejang
1.
Bentuk kejang : gerakan bola mata abnormal,
nistagmus, gerakan mengunyah, gerakan otot-otot muka, timbulnya episode apnea,
adanya kelemahan umum yang periodik, tremor, gerakan klonik sebagian
ekstremitas, tubuh kaku
- Lama
kejang
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Pemeriksaan gula darah, elektrolit darah, AGD,
darah tepi, lumbal pungsi
- EKG
- EEG
- Biakan
darah
- Titer
untuk toksoplasmosis, rubela, citomegalovirus, herpes
- Foto
rontgen kepala
- USG
kepala
2.4 Penatalaksanaan
Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang
1.
Menjaga jalan nafas tetap bebas
2.
Mengatasi kejang dengan memberikan obat anti
kejang
3.
Mengobati penyebab kejang
Obat anti kejang (Buku
Acuan Nasional Maternatal dan Neonatal, 2002)
1.
Diazepam
Dosis 0,1-0,3 mg/kg BB IV disuntikan perlahan-lahan sampai
kejang hilang atau berhenti. Dapat diulangi pada kejang beruang, tetapi tidak
dianjurkan untuk digunakan pada dosis pemeliharaan
2.
Fenobarbital
Dosis 5-10 mg/kg BB IV
disuntikkan perlahan-lahan, jika kejang berlanjut lagi dalam 5-10 menit.
Fenitoin diberikan apabila kejang tidak dapat di berikan 4-7 mg/kg BB IV pada
hari pertama di lanjutkan dengan dosis pemeliharaan 4-7 mg/kg BB atau oral
dalam 2 dosis.
Penanganan
kejang pada bbl
1.
Bayi diletakan dalam tempat yang hangat.pastikan
bahwa bayi tidak kedinginan.suhu bayi dipertahankan 36,50C-370C.
2.
Jalan nafas bayi dibersihkan dengan tindakan
penghisapan lendir diseputar mulut hidung sampai nasofaring.
3.
Bila bayi apnea,dilakukan pertolongan agar bayi
bernafas lagi dengan alat bantu balon dan sungkup,diberi oksigen dengan
kecepatan 2L/menit
4.
Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah
perifer,diangan,kaki atau kepala.bila bayi
diduga dilahirkan oleh ibu berpenyakit diabetes mellitus,dilakukan pemasangan
infuse melalui vena umbilikalis.
5.
Bila infus sudah terpasang diberi obat anti
kejang diazevam 0,5 Mg/Kg supositoria/Im setiap 2 menit sampai kejang
teratasi.kemudian ditambahkan luminal (fenobarbital)30Mg I.M/I.V
6.
Nilai kondisi bayi selama 15 menit.perhatikan
kelainan fisik yang ada.
7.
Bila kejang sudah teratasi diberi cairan infuse
dextrose 10% dengan kecepatan 60 Ml/Kg bb/hari.
8.
Dlakukan anamesis mengenai keadaan bayi untuk
mencari factor penyebab kejang(perhatikan riwayat kehamilan,persalinan dan
kelahiran)
-
Apakah kemungkinan bayi di lahirkan oleh ibu
berpenyakit DM
-
Apakah kemungkianan bayi premature
-
Apakah kemungkinan bayi mengalami aspeksia
-
Apakah kemingkinan ibu bayi pengidap atau
menggunakan bahan narkotika.
-
Kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk
pemeriksaan laboratorium untuk mencari faktor penyebab, misalnya : darah tepi,
elektrolit darah, gula darah, kimia darah, kultur darah, pemeriksaan TORCH
-
Kecurigaan kearah sepsis (pemeriksaan pungsi lumbal)
-
Kejang berulang, diazepam dapat diberikan sampai
2 kali
ü
Masih kejang : dilantin 1,5 mg/kgBB sebagai
bolus iv diteruskan dalam dosis 20 mg iv setiap 12 jam
ü
Belum teratasi : phenytoin 15 mg/kgBB iv
dilanjutkan 2 mg/kg tiap 12 jam
ü
Hipokalsemia (hasil lab kalsium darah <8mg%)
: diberi kalsium glukonas 10% 2 ml/kg dalam waktu 5-10 menit . apabila belum
juga teratasi diberi pyridoxin 25-50 mg
ü
Hipoglikemia (hasil lab dextrosit/gula darah
< 40 mg%) : diberi infus dextrose 10%
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang
timbul masa neonatus atau dalam 28 hari sesudah lahir (Buku Kesehatan Anak)
Menurut Brown (1974) kejang adalah suatu aritma serebral. Kejang adalah
perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi motorik maupun fungsi
otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak (Buku Pelayanan Obstetric
Neonatal Emergensi Dasar).
Klasifikasi kejang
Bentuk
kejang yang hampir tidak kelihatan (subtle) yang sering tidak diketahui sebagai
kejang,Kejang
klonik multifocal (migratory),Kejang tonik,Kejang mioklonik,Kejang mioklonik
Faktor Resiko
Umur,Jenis kelamin,Faktor keturunan,Suhu
badan
Penatalaksanaan
(Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang)
Menjaga jalan nafas tetap bebas,Mengatasi
kejang dengan memberikan obat anti kejang,Mengobati penyebab kejang
Obat
anti kejang (Buku Acuan Nasional Maternatal dan Neonatal, 2002)
1.
Diazepam
2. Fenobarbital
3.2 Saran
Setiap bayi baru lahir beresiko mengalami kejam
untuk itu diharapkan kepada bidan dan ibu hamil untuk mengetahui gejala dari
kejang dan pencegahannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Markum,
A. H. dkk. 1981. Kegawatan Anak. Jakarta: Nuha Medika
Price,
S. 1995. Patofisiologi. Jakarta:EGC
Saifudin,abdul
bari.2002.Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sudarti,Afroh
Fauziah.2012.Asuhan Kebidanan
Neonatus,Bayi dan Anak Balita.Yogyakarta
: Nuha Medika.
Staf
pengajar IKA FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:bagian IKA
FKUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar