BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latara
belakang
Masa remaja adalah masa yang banyak
mengalami perubahan untuk mempersiapkan segala tuntutan yang akan dihadapi di masa
dewasa. Sejalan dengan hal itu, masa remaja merupakan masa yang paling rawan
dalam pergaulan di mana emosi pada masa ini masih sangat labil. Para remaja
mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari
aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di kalangan masyarakat yang pada
akhirnya akan menimbulkan permasalahan bagi mereka sendiri dan orang-orang yang
berada dekat dengan lingkungan hidupnya.
Pada umumnya remaja didefinisikan
sebagai masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara
umur 12 tahun sampai 21 tahun. Setiap tahap perkembangan manusia biasanya
dibarengi dengan berbagai tuntutan psikologis yang harus dipenuhi, demikian
pula pada masa remaja. Sebagian besar pakar psikologi setuju, bahwa jika berbagai
tuntutan psikologis yang muncul pada tahap perkembangan manusia tidak berhasil
dipenuhi, maka akan muncul dampak yang secara signifikan dapat menghambat
kematangan psikologisnya di tahap-tahap yang lebih lanjut.
Di dalam berinteraksi dengan sesama
remaja dapat memenuhi kebutuhannya dalam mencari pengalaman baru, kebutuhan
berprestasi, kebutuhan diterima statusnya, kebutuhan harga diri, juga kebutuhan
rasa aman yang tidak diperoleh di lingkungan rumahnya.
1.2
Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui tentang pengertian
masa remaja
2. Untuk mengetahui tentang fase remaja
3. Untuk mengetahui ciri – ciri dari
masa remaja
4. Untuk mengetahui tentang periode
masa remaja
5. Untuk mengetahui gejala
apa terjadi pada masa pubertas
6. Untuk mengetahui mengenai aspek
– aspek perkembangan pada masa remaja
7. Untuk mengetahui tentang tugas perkembangan remaja
1.3
Tujuan penulisan
Diharapkan kepada
pembaca terutama mahasiswa kebidanan untuk mengerti dan memahami tentang psikologi
remaja sehingga dapat membantu dalam memberikan konseling khususnya pada
remaja.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Masa Remaja
Kata
“remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang
berarti to grow atau to grow maturity ( Golinko,
1984 dalam Rice, 1990 ). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja
antara lain:
·
DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai
periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan
Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara
eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).
·
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa
transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya
dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun
atau awal dua puluhan tahun.
·
Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja
meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa
remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja
akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan
oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi
perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
·
Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa
remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang
berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam
hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan
proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa
remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun
sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai . Bagian dari masa kanak-kanak
itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus
bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan
semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang
ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak.
Yang dimaksud dengan perkembangan
adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan . Perubahan itu dapat
terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan
kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak.
Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada
tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu:
a. Perkembangan fisik
b. Perkembangan kognitif
c. Perkembangan kepribadian dan sosial.
2.2 Fase Remaja
Fase
remaja merupakan perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan
matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Masa remaja
ini meliputi :
a. Masa
pra-remaja 10 – 12 tahun
b. Masa
remaja awal 12 – 15 tahun
c. Masa
remaja pertengahan 15 – 18 tahun
d. Masa
remaja akhir 18 – 21 tahun
Dalam
budaya Amerika, periode remaja ini dipandang sebagai “Strom dan Stress”,
frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun
tentang cinta, dan perasaan teralineasi (tersisihkan) dari kehidupan sosial
budaya orang dewasa (Lustin Pikunas, 1976).
2.3 Ciri –ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja
terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa
perubahan yang terjadi selama masa remaja.
1. Peningkatan emosional yang terjadi
secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm &
stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama
hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan
emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda
dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan
pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti
anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan
tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak
jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
2. Perubahan yang cepat secara fisik
yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja
merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang
terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi,
pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi
badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri
remaja.
3. Perubahan dalam hal yang menarik
bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal
yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal
menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung
jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat
mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga
terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya
dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis,
dan dengan orang dewasa.
4. Perubahan nilai, dimana apa yang
mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah
mendekati dewasa.
5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen
dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan
kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai
kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul
tanggung jawab tersebut.
2.4 Periode Masa Remaja
Pada
umumnya masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Masa Puber usia 12-18 tahun
a. Masa
Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas.
Cirinya:
·
Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
·
Anak mulai bersikap kritis
b. Masa Pubertas usia 14-16 tahun:
masa remaja awal. Cirinya:
·
Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
·
Memperhatikan penampilan
·
Sikapnya tidak menentu/plin-plan
·
Suka berkelompok dengan teman sebaya.
c. Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun:
peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen. Cirinya:
·
Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan
psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
·
Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal
dari remaja pria
2.
Periode
Remaja Adolesen usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja.
Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
·
Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
·
Mulai menyadari akan realitas
·
Sikapnya mulai jelas tentang hidup
·
Mulai nampak bakat dan minatnya
Dengan
mengetahui berbagai tuntutan psikologis perkembangan remaja dan ciri-ciri usia
remaja, diharapkan para orangtua, pendidik dan remaja itu sendiri memahami
hal-hal yang harus dilalui pada masa remaja ini sehingga bila remaja diarahkan
dan dapat melalui masa remaja ini dengan baik maka pada masa selanjutnya remaja
akan tumbuh sehat kepribadian dan jiwanya.
2.5
Gejala
yang Terjadi pada Masa Pubertas
Adapun
gejala yang terjadi pada masa pubertas yang menandakan peralihan dari masa anak
– anak ke masa remaja yaitu :
a. Mimpi
basah ( Day Dreaming )
Istilah
mimpi basah,atau datang bulan, menandakan kematangan seorang remaja, mimpi
basah merupakan pengeluaran cairan sperma yang terjadi secara alamia, sperma
ini di produksi oleh testis, yang merupakn salah satu organ reproduksi laki –
laki, ketika alat reproduksi ini sudah mulai matur ( matang ) maka testis akan
mulai berproduksi. Mimpi basah akan terjadi pada laki-laki berusia 9-14 tahun,
umumnya terjadi secara periodik berkisar sekitar 2-3 minggu sekali.
b. Emosionalitas
Emosionalitas
remaja berada diantara emosionalitas anak-anak dan orang dewasa. Masa remaja
merupakan masa badai dan tekanan ( strum und drang periode ), dan juga berkembang
beberapa jenis perasaan seperti : simpati, cinta, rindu, cemburu, bahagia dicinta
dan mencintai
c. Sikap
tidak tenang
Suatu
keadaan ketidak seimbangan emosi, dimana kebiasaan remaja ketika mengalami hal
ini adalah, tidak bisa duduk atau berdiri dengan tenang dalam waktu yang
lama,hal ini di sebabakan oleh tidak adanya control emosi, sehinga fisikpun merasakan
agresifitas mentalnya. Manifestisinya kepada tingka laku,yaitu gelisah, banyak
tingkah, mudah berubah - ubah.
d. Keinginan
untuk bekerja
Keinginan
untuk bekerja, di mana pada masa remaja sudah mulai di beri tanggung jawab
untuk bekerja maka situasi seperti ini akan menjadi masalah, karena sebelumnya
tidak terbiasa dengan pekerjaan serius.
e. Keinginan
untuk menyendiri
Anak
pada masa perkembanganya terkadang membutuhkan space (tempat) untuk
menyendiri,tidak berteman dan mengasingkan diri dari kelompoknya ketika dia
bermasalah dengan dirinya sendiri atau bermasalah dengan teman sebayanya. Anak
pada masa puberitas cenderung mengsingkan diri mana kala merasa ada hal yang
kurang cocok dengan dirinya atau (minder).
f. Kurang
percaya diri
Perasaan
menganggap terlalu rendah pada diri sendiri, ciri kurang percaya diri:
1. Selalu
menyendiri dan menarik diri dari pergaulan (bersifat introfert)
2. Selalu ragu
dalam bertindak
3. Tadak dapat
bersaing positif, seperti persaingan kepandaian, dan kegiatan lainnya.
Secara
psikologi sikap kurang percaya diri dapat disebabkan oleh Overprotected,
terlalu dibiarkan, perfeksionis, sering di kritik dan di kecewakan, mencontohi
lingkungannya, dan percaya dengan ketidak mampuan. Adapun beberapa craa yang
dapat dilakukan untuk mengatasi kurang percaya diri yaitu :
·
Menciptakan definisi
diri positif
·
Memperjuangkan
keinginan yang positif
·
Mengatasi masalah
secara positif
·
Memiliki model teladan
yang positif
g. Merasa
bosan
Adalah
perasaan jemu atau mengalami hal-hal yang sama berulang ulang. Merasa jenuh
dengan rutinitas yang di jalaninya sehari-hari terus menerus dengan kegiatan
yang sama di sebabkan perubahan fisik dan psikis yang semakin hari semakin
berkembang sehinga perubahan fisik yang tidak seimbang mempengaruhi psikis anak
tersebut.
h. Antagonisme
sosial
Biasanya terjadi pada usia remaja 14 - 15 tahun
sampai 17 – 18 tahun, percepatan pertumbuhan fisik sangat menonjol dan
kematangan fungsi layaknya orang dewasa akan timbul dan juga
belum yakin dengan kebutuhan otonomi sehingga remaja sering di hadapkan pada
situasi frustrasi
i.
Rasa malu yang
berlebihan
Rasa
malu berlebihan akan menghambat kehidupan social seseorang yang sekaligus bisa
berdampak terhadap kemajuan dan kesuksesan dalam hidup dan kehidupan seseorang.
2.6
Aspek
– aspek Perkembangan pada Masa Remaja
a. Perkembangan
fisik
Yang dimaksud dengan perkembangan
fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan
ketrampilan motorik. Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi
dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan
fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang
cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah
kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan
kemampuan kognitif.
b. Perkembangan
Kognitif
Seorang remaja termotivasi untuk
memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Remaja secara
aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak
langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah
mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide
lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak
saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu
mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Perkembangan kognitif adalah
perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa.
Mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu
interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang
semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Tahap
perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal.
Tahap formal operations adalah suatu
tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja
tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar
terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan
fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau
penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai
tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu
hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu
memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan
(Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat
ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang
remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya
kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah
mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai
membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang
terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk
berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai
peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu
tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Salah satu bagian perkembangan
kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah
kecenderungan cara berpikir egosentrisme. Yang dimaksud dengan egosentrisme di
sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang, salah
satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal
fabel.
Personal fabel adalah "suatu
cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri,
tetapi (cerita) itu tidaklah benar" . Kata fabel berarti cerita rekaan
yang tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel
biasanya berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki
karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari
sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds (2001) dengan
mengutip Elkind menjelaskan “personal fable” sebagai berikut :
“Personal fable adalah keyakinan
remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Belief
egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri (self-destructive) oleh remaja
yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya
seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil (karena perilaku
seksual yang dilakukannya), atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak
akan sampai meninggal dunia di jalan raya (saat mengendarai mobil), atau remaja
yang mencoba-coba obat terlarang (drugs) berpikir bahwa ia tidak akan mengalami
kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada
orang lain, bukan pada dirinya”.
Pendapat Elkind bahwa remaja
memiliki semacam perasaan invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka
tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang
populer dalam penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang dilakukan remaja
(Beyth-Marom, dkk., 1993). Umumnya dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang
memiliki keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan
perilaku yang dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.
Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian
membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan
yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak
diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang sama
antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan
demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan
mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang
dewasa adalah sama.
c. Perkembangan kepribadian dan sosial
Yang
dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu
berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan
perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain.
Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian
identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses
menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup.
Perkembangan sosial pada masa remaja
lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua. Dibanding pada masa
kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti
kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman. Dengan demikian,
pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.
· Pada diri remaja, pengaruh
lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah
mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya
sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh
tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).
· Kelompok teman sebaya diakui dapat
mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya.
Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman
sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan
sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber
informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau
film apa yang bagus, dan sebagainya.
2.7 Tugas perkembangan remaja
Tugas
perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :
·
Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara
lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan.
·
Memperoleh peranan sosial.
·
Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif.
·
Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang
dewasa lainnya.
·
Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri
sendiri.
·
Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan.
·
Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga.
·
Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
Erikson
(1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama
remaja adalah menghadapi identity versus identity
confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial
yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas
diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of
self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat.
Untuk
menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya,
apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang
pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan
menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1
PERMASALAHAN MENGENAI SEKSUALITAS
Sampai saat ini masalah seksualitas
selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan
karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada
diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk hidup, karena
dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian
keturunannya.
Pada masa remaja rasa ingin tahu
terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang
lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang
masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari
informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru
sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi
mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan
dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki
informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Tentu saja hal
tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak
memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian
besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka
lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual
terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut.
Karena meningkatnya minat remaja
pada masalah seksual dan sedang berada dalam potensi seksual yang aktif, maka
remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber
informasi yang berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya sedikit remaja yang
mendapatkan seluk beluk seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja
mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat
diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan
teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet.
Sementara akibat psikososial yang
timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan
kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus
remaja yang hamil di luar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang
mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah
terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat
kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil
juga sangat tinggi, hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah
menerima kenyataan adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga
akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks.
Bagaimana cara mengatasi
permasalahan seksualitas yang terjadi ?
3.2
SOLUSI PERMASALAHAN
Adapun
solusi yang dapat diberikan dalam mengatasi masalah seksual remaja yaitu dengan
memberikan pendidikan mengenai seksualitas.
Menurut Sarlito dalam bukunya
Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi
mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi
proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual,
hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan.
Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan
dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di
masyarakat.
Pendidikan seksual merupakan cara
pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi
masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan
seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks
dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa,
penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini
ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan
orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan
umur anak serta daya tangkap anak ( dalam Psikologi praktis, anak, remaja dan
keluarga, 1991).
Dalam hal ini pendidikan seksual
idealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling
tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia
tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan
permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat
pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan
mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu
dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran
dunia pendidikan sangatlah besar.
Adapun
tujuan dari pendidikan seksual yaitu
Pendidikan seksual selain
menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang
aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus
memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan
sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.
Menurut Kartono Mohamad pendidikan
seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang
bertanggungjawab (dalam Diskusi Panel Islam Dan Pendidikan Seks Bagi Remaja,
1991). Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi
dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik
dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan
dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan
ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar
remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa
mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan
material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk
memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal
seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan
Penjabaran
tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut :
·
Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik,
mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual
pada remaja.
·
Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan
perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggung jawab)
·
Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks
dalam semua manifestasi yang bervariasi.
·
Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat
membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
·
Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang
esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan
berhubungan dengan perilaku seksual.
·
Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan
seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat
mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya. Untuk mengurangi prostitusi,
ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang
berlebihan.
·
Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat
individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai
peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat.
Jadi tujuan pendidikan seksual
adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah
seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan
bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar
mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih
sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting
untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar
menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk
tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Masa
remaja merupakan masa yang paling rawan dalam pergaulan di mana emosi pada masa
ini masih sangat labil. Para remaja mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan
jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku
di kalangan masyarakat. Dalam keadaan ini kadang orang tua merasa jengkel,
marah atau berputus asa, bingung dan bertanya-tanya tanpa tahu sebabnya
sehingga remaja melepaskan diri dari orang tua dan mengakibatkan merenggangnya
hubungan antara orang tua dengan remaja tersebut. Jika di rumah remaja itu
tidak dimengerti oleh orang tuanya maka pelarian remaja dalam kehidupan
sosialnya akan tertarik kepada kelompok teman sebayanya hal ini juga sejalan
dengan teori-teori yang ada dalam ilmu psikologi perkembangan remaja.
Berkenaan dengan masalah itu maka tugas perkembangan sangat berperan untuk menangani masalah mereka sehingga mereka melewati masa itu dengan baik serta siap untuk menuju ke perkembangan yang berikutnya.
Berkenaan dengan masalah itu maka tugas perkembangan sangat berperan untuk menangani masalah mereka sehingga mereka melewati masa itu dengan baik serta siap untuk menuju ke perkembangan yang berikutnya.
Tugas-tugas perkembangan itu antara lain:
·
Bergaul dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin.
·
Mencapai peranan sosial di lingkungannya.
·
Mengembangkan sikap positif terhadap keluarga.
·
Menyeimbangkan pertentangan-pertentangan jiwanya.
·
Menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi.
Jadi di samping remaja tersebut
melibatkan peran social dengan mengikuti organisasi, mereka juga tidak boleh
mengabaikan tugas dan kewajiban terhadap orang tua mereka di rumah. Mereka
harus memberikan sikap positif terhadap orang tua mereka untuk mempererat
hubungan diantara keduanya serta agar para orang tua mau mengerti apa yang
diinginkan anaknya yakni keinginan untuk belajar hidup mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Gunarsa, Singgih D. Psikolog Remaja.
Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2003.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent
development. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha
http://kristiono.wordpress.com/2008/04/23/perkembangan-psikologi-remaja/
di akses tanggal 16 mei 2011 jam 14.30 WIB
Monks,
F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. (1991) Psikologi perkembangan :
Pengantar dalam berbagai bagiannya (cetakan ke-7). Yogya: Gajah Mada
University Press.
Papalia,
D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th
ed.). Boston: McGraw-Hill
Zulkifli,
Drs. Psikologi Perkembangan. Bandung, PT Remaja Rosdakarya. 2002.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar