Selasa, 07 Mei 2013

PSIKOLOGI REMAJA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latara belakang
Masa remaja adalah masa yang banyak mengalami perubahan untuk mempersiapkan segala tuntutan yang akan dihadapi di masa dewasa. Sejalan dengan hal itu, masa remaja merupakan masa yang paling rawan dalam pergaulan di mana emosi pada masa ini masih sangat labil. Para remaja mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di kalangan masyarakat yang pada akhirnya akan menimbulkan permasalahan bagi mereka sendiri dan orang-orang yang berada dekat dengan lingkungan hidupnya.
Pada umumnya remaja didefinisikan sebagai masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Setiap tahap perkembangan manusia biasanya dibarengi dengan berbagai tuntutan psikologis yang harus dipenuhi, demikian pula pada masa remaja. Sebagian besar pakar psikologi setuju, bahwa jika berbagai tuntutan psikologis yang muncul pada tahap perkembangan manusia tidak berhasil dipenuhi, maka akan muncul dampak yang secara signifikan dapat menghambat kematangan psikologisnya di tahap-tahap yang lebih lanjut.
Di dalam berinteraksi dengan sesama remaja dapat memenuhi kebutuhannya dalam mencari pengalaman baru, kebutuhan berprestasi, kebutuhan diterima statusnya, kebutuhan harga diri, juga kebutuhan rasa aman yang tidak diperoleh di lingkungan rumahnya.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Untuk mengetahui tentang pengertian masa remaja
2.      Untuk mengetahui tentang fase remaja
3.      Untuk mengetahui ciri – ciri dari masa remaja
4.      Untuk mengetahui tentang periode masa remaja
5.      Untuk mengetahui gejala apa terjadi pada masa pubertas
6.      Untuk mengetahui mengenai aspek – aspek perkembangan pada masa remaja
7.      Untuk mengetahui tentang tugas perkembangan remaja 

1.3 Tujuan penulisan
Diharapkan kepada pembaca terutama mahasiswa kebidanan untuk mengerti dan memahami tentang psikologi remaja sehingga dapat membantu dalam memberikan konseling khususnya pada remaja.
                  

















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masa Remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity ( Golinko, 1984 dalam Rice, 1990 ). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja antara lain:
·            DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).
·            Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
·            Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
·            Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai . Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak.
Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan . Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak. Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu:
a.       Perkembangan fisik
b.      Perkembangan kognitif
c.       Perkembangan kepribadian dan sosial.

2.2   Fase Remaja
Fase remaja merupakan perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Masa remaja ini meliputi :
a.    Masa pra-remaja 10 – 12 tahun
b.   Masa remaja awal 12 – 15 tahun
c.    Masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun
d.   Masa remaja akhir 18 – 21 tahun

Dalam budaya Amerika, periode remaja ini dipandang sebagai “Strom dan Stress”, frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan teralineasi (tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Lustin Pikunas, 1976).

2.3   Ciri –ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.
1.   Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
2.   Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
3.   Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
4.   Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
5.   Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

2.4   Periode Masa Remaja
Pada umumnya masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:

1.   Periode Masa Puber usia 12-18 tahun
a. Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas. Cirinya:
·      Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
·      Anak mulai bersikap kritis
b. Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
·      Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
·      Memperhatikan penampilan
·      Sikapnya tidak menentu/plin-plan
·      Suka berkelompok dengan teman sebaya.
c.  Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen. Cirinya:
·      Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
·      Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria
2.   Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun

Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
·      Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
·      Mulai menyadari akan realitas
·      Sikapnya mulai jelas tentang hidup
·      Mulai nampak bakat dan minatnya
 Dengan mengetahui berbagai tuntutan psikologis perkembangan remaja dan ciri-ciri usia remaja, diharapkan para orangtua, pendidik dan remaja itu sendiri memahami hal-hal yang harus dilalui pada masa remaja ini sehingga bila remaja diarahkan dan dapat melalui masa remaja ini dengan baik maka pada masa selanjutnya remaja akan tumbuh sehat kepribadian dan jiwanya.
2.5     Gejala yang Terjadi pada Masa Pubertas
Adapun gejala yang terjadi pada masa pubertas yang menandakan peralihan dari masa anak – anak ke masa remaja yaitu :
a.       Mimpi basah ( Day Dreaming )
Istilah mimpi basah,atau datang bulan, menandakan kematangan seorang remaja, mimpi basah merupakan pengeluaran cairan sperma yang terjadi secara alamia, sperma ini di produksi oleh testis, yang merupakn salah satu organ reproduksi laki – laki, ketika alat reproduksi ini sudah mulai matur ( matang ) maka testis akan mulai berproduksi. Mimpi basah akan terjadi pada laki-laki berusia 9-14 tahun, umumnya terjadi secara periodik berkisar sekitar 2-3 minggu sekali.
b.      Emosionalitas
Emosionalitas remaja berada diantara emosionalitas anak-anak dan orang dewasa. Masa remaja merupakan masa badai dan tekanan ( strum und drang periode ), dan juga berkembang beberapa jenis perasaan seperti : simpati, cinta, rindu, cemburu, bahagia dicinta dan mencintai
c.       Sikap tidak tenang
Suatu keadaan ketidak seimbangan emosi, dimana kebiasaan remaja ketika mengalami hal ini adalah, tidak bisa duduk atau berdiri dengan tenang dalam waktu yang lama,hal ini di sebabakan oleh tidak adanya control emosi, sehinga fisikpun merasakan agresifitas mentalnya. Manifestisinya kepada tingka laku,yaitu gelisah, banyak tingkah, mudah  berubah - ubah.
d.      Keinginan untuk bekerja
Keinginan untuk bekerja, di mana pada masa remaja sudah mulai di beri tanggung jawab untuk bekerja maka situasi seperti ini akan menjadi masalah, karena sebelumnya tidak terbiasa dengan pekerjaan serius.
e.       Keinginan untuk menyendiri
Anak pada masa perkembanganya terkadang membutuhkan space (tempat) untuk menyendiri,tidak berteman dan mengasingkan diri dari kelompoknya ketika dia bermasalah dengan dirinya sendiri atau bermasalah dengan teman sebayanya. Anak pada masa puberitas cenderung mengsingkan diri mana kala merasa ada hal yang kurang cocok dengan dirinya atau (minder).
f.       Kurang percaya diri
Perasaan menganggap terlalu rendah pada diri sendiri, ciri kurang percaya diri:
1. Selalu menyendiri dan menarik diri dari pergaulan (bersifat introfert)
2. Selalu ragu dalam bertindak
3. Tadak dapat bersaing positif, seperti persaingan kepandaian, dan kegiatan lainnya.
Secara psikologi sikap kurang percaya diri dapat disebabkan oleh Overprotected, terlalu dibiarkan, perfeksionis, sering di kritik dan di kecewakan, mencontohi lingkungannya, dan percaya dengan ketidak mampuan. Adapun beberapa craa yang dapat dilakukan untuk mengatasi kurang percaya diri yaitu :
·      Menciptakan definisi diri positif
·      Memperjuangkan keinginan yang positif
·      Mengatasi masalah secara positif
·      Memiliki model teladan yang positif
g.      Merasa bosan
Adalah perasaan jemu atau mengalami hal-hal yang sama berulang ulang. Merasa jenuh dengan rutinitas yang di jalaninya sehari-hari terus menerus dengan kegiatan yang sama di sebabkan perubahan fisik dan psikis yang semakin hari semakin berkembang sehinga perubahan fisik yang tidak seimbang mempengaruhi psikis anak tersebut.
h.      Antagonisme sosial
Biasanya terjadi pada usia remaja 14 - 15 tahun sampai 17 – 18 tahun, percepatan pertumbuhan fisik sangat menonjol dan kematangan fungsi layaknya orang dewasa akan timbul dan juga belum yakin dengan kebutuhan otonomi sehingga remaja sering di hadapkan pada situasi frustrasi
i.        Rasa malu yang berlebihan
Rasa malu berlebihan akan menghambat kehidupan social seseorang yang sekaligus bisa berdampak terhadap kemajuan dan kesuksesan dalam hidup dan kehidupan seseorang.


2.6     Aspek – aspek Perkembangan pada Masa Remaja
a.       Perkembangan fisik
Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik. Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif.
b.      Perkembangan Kognitif 
Seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal.
Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme. Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang, salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fabel.
Personal fabel adalah "suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi (cerita) itu tidaklah benar" . Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds (2001) dengan mengutip Elkind menjelaskan “personal fable” sebagai berikut :
“Personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri (self-destructive) oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil (karena perilaku seksual yang dilakukannya), atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya (saat mengendarai mobil), atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang (drugs) berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya”.
Pendapat Elkind bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang populer dalam penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang dilakukan remaja (Beyth-Marom, dkk., 1993). Umumnya dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang memiliki keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.
Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang sama antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang dewasa adalah sama.
c.     Perkembangan kepribadian dan sosial
Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup.
Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua. Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman. Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.
·      Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).
·      Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya. Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya.

2.7     Tugas perkembangan remaja 
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :
·            Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan.
·            Memperoleh peranan sosial.
·            Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif.
·            Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.
·            Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri.
·            Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan.
·            Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga.
·            Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat.
Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 PERMASALAHAN MENGENAI SEKSUALITAS
Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk hidup, karena dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian keturunannya.
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut.
Karena meningkatnya minat remaja pada masalah seksual dan sedang berada dalam potensi seksual yang aktif, maka remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi yang berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya sedikit remaja yang mendapatkan seluk beluk seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet.
Sementara akibat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga sangat tinggi, hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks.
Bagaimana cara mengatasi permasalahan seksualitas yang terjadi ?
3.2 SOLUSI PERMASALAHAN
Adapun solusi yang dapat diberikan dalam mengatasi masalah seksual remaja yaitu dengan memberikan pendidikan mengenai seksualitas.
Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak ( dalam Psikologi praktis, anak, remaja dan keluarga, 1991).
Dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar.
Adapun tujuan dari pendidikan seksual yaitu
Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.
Menurut Kartono Mohamad pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggungjawab (dalam Diskusi Panel Islam Dan Pendidikan Seks Bagi Remaja, 1991). Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan
Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut :
·         Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.
·         Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggung jawab)
·         Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi.
·         Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
·         Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.
·         Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya. Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan.
·         Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat.
Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja.






BAB IV
PENUTUP

4.1   KESIMPULAN
Masa remaja merupakan masa yang paling rawan dalam pergaulan di mana emosi pada masa ini masih sangat labil. Para remaja mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di kalangan masyarakat. Dalam keadaan ini kadang orang tua merasa jengkel, marah atau berputus asa, bingung dan bertanya-tanya tanpa tahu sebabnya sehingga remaja melepaskan diri dari orang tua dan mengakibatkan merenggangnya hubungan antara orang tua dengan remaja tersebut. Jika di rumah remaja itu tidak dimengerti oleh orang tuanya maka pelarian remaja dalam kehidupan sosialnya akan tertarik kepada kelompok teman sebayanya hal ini juga sejalan dengan teori-teori yang ada dalam ilmu psikologi perkembangan remaja.
Berkenaan dengan masalah itu maka tugas perkembangan sangat berperan untuk menangani masalah mereka sehingga mereka melewati masa itu dengan baik serta siap untuk menuju ke perkembangan yang berikutnya.
 Tugas-tugas perkembangan itu antara lain:
·         Bergaul dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin.
·         Mencapai peranan sosial di lingkungannya.
·         Mengembangkan sikap positif terhadap keluarga.
·         Menyeimbangkan pertentangan-pertentangan jiwanya.
·         Menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi.

Jadi di samping remaja tersebut melibatkan peran social dengan mengikuti organisasi, mereka juga tidak boleh mengabaikan tugas dan kewajiban terhadap orang tua mereka di rumah. Mereka harus memberikan sikap positif terhadap orang tua mereka untuk mempererat hubungan diantara keduanya serta agar para orang tua mau mengerti apa yang diinginkan anaknya yakni keinginan untuk belajar hidup mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, Singgih D. Psikolog Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2003.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent development. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/remaja.html  di akses tanggal 16 mei 2011 jam 15.00 WIB
Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. (1991) Psikologi perkembangan : Pengantar dalam berbagai bagiannya (cetakan ke-7). Yogya: Gajah Mada University Press.
Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill
Zulkifli, Drs. Psikologi Perkembangan. Bandung, PT Remaja Rosdakarya. 2002.

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar